ASMA

Laman

Sabtu, 21 Januari 2012

Relevansi Klinis Airway Remodeling


Rahadi Widodo*, Susanthy Djajalaksana**
Sebelumnya : ... Patofisiologi Airway Remodeling

Airway remodeling, seperti halnya inflamasi bronkial, bisa kita amati tanpa adanya gejala klinis, dan mungkin ada ambang batas yang sesudah kombinasi berbagai pengaruh terhadap fungsi saluran nafas baru akan menginduksi gejala-gejala pernafasan.8 Pada asma, batuk bisa berupa batuk kering atau disertai produksi sputum yang jernih atau keruh. Batuk kering umumnya disertai sesak nafas, dada terasa berat, dan mengi, yang dianggap berkaitan dengan penyempitan saluran nafas, tetapi mekanisme pasti dalam hubungannya dengan airway remodeling masih belum jelas. Remodeling dari kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus pada penderita asma akan menyebabkan peningkatan produksi mukus, tapi mungkin perlu akumulasi dan penimbunan mukus dari waktu ke waktu untuk menimbulkan penyempitan hebat pada saluran nafas. Pemendekan otot-polos di seputar saluran nafas akan memperberat efeknya. Aliran mukus yang meningkat pada asma bisa menyebabkan penurunan bersihan (clearance) dan penumpukan mukus dalam saluran nafas.3
Perubahan struktural saluran nafas sudah terjadi bahkan sebelum berkembangnya gejala-gejala asma, dan mungkin terjadi pada saat awal perkembangan penyakit ketika proses repair diaktifkan. Proses repair yang abnormal bisa menimbulkan perubahan permanen yang menyebabkan atau mendukung berkembangnya penyakit kronik di saluran nafas. 8
Pengaruh terhadap Faal Paru
Sejak terapi kortikosteroid inhalasi diperkenalkan secara global pada akhir abad ini, faal paru dan kualitas hidup penderita asma telah meningkat tajam. Akan tetapi, banyak klinisi mencatat bahwa keterbatasan aliran udara tetap berlanjut pada beberapa penderita asma sesudah pemberian kortikosteroid oral, inhalasi kortikosteroid dosis tinggi, dan bronkodilator. Selain itu, dilaporkan bahwa Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) pada penderita asma menurun lebih cepat dibanding orang normal. 10      
Remodeling bisa menyebabkan gangguan faal paru pada pasien asma pada masa awal kehidupan (atau pada saat onset penyakit) dengan menghambat paru untuk tumbuh sempurna atau dengan mempercepat penurunan faal paru berbanding dengan usia. Penurunan faal paru pada asma nampaknya berhubungan dengan durasi dan beratnya gejala klinis. Penelitian terhadap penderita asma kronik berat menunjukkan bahwa terjadinya obstruksi aliran udara yang persisten berhubungan dengan inflamasi (berdasarkan eosinofilia darah serta ekshalasi nitrogen oksida) serta remodeling (ditunjukkan dengan penebalan dinding saluran nafas pada CT Scan).3
Efek Protektif Airway Remodeling
Uraian di atas sepertinya hanya menyatakan bahwa remodeling mempunyai efek merugikan. Walaupun begitu, sebaiknya juga dipertimbangkan bahwa peningkatan ketebalan dinding saluran nafas, otot-polos, kelenjar mukus, dan deposisi protein matriks ekstraseluler mungkin juga mempunyai efek menguntungkan. Mungkin kelainan awal yang mengenai struktur dan/atau fungsi saluran nafas akan diikuti oleh proses remodeling sekunder untuk meminimalkan efek dari perubahan awal tersebut. Hal itu bisa terjadi dalam jangka pendek atau lama, tapi yang jelas bisa bersifat protektif. Peningkatan matriks ekstraseluler bisa bermanfaat untuk meminimalkan pemendekan otot-polos dengan menambah (bukan mengurangi) beban yang melawan pemendekan otot-polos, sehingga bisa membatasi penyempitan saluran nafas. Perlu lebih banyak penelitian untuk menetapkan manfaat relatif dari remodeling apakah protektif ataukah merusak. Itu perlu karena pengobatan terhadap remodeling mungkin potensial untuk memutar-balikkan aspek remodeling, baik yang merugikan maupun meng-untungkan.3

Selanjutnya : .... Marker-marker Airway Remodeling

* Mahasiswa PPDS I Ilmu Penyakit Paru dan Kedokteran Respirasi FK Universitas Brawijaya
**  Staf Pengajar Lab Ilmu Penyakit Paru dan Kedokteran Respirasi FK Universitas Brawijaya
DAFTAR PUSTAKA
1.Bergeron C, Al-Ramli W, Hamid Q. Remodeling in asthma. Proc Am Thorac Soc. 2009; 6: 301-305.

2.Lazaar A. Bronchial vascular remodeling in asthma and COPD. Lung Biology in Health and Disease. 2006; vol. 216: 1-264.

3.James AL, Wenzel S. Clinical relevance of airway remodelling in airway disease. Eur Respir J. 2007; 30: 134-155.

4.Larsson, K. Monitoring airway remodeling in asthma, The Clinical Respira-tory Journal. 2010; 4 (Suppl. 1): 35-40.

5.Jeffery PK. Remodeling and inflammation of bronchi in asthma and chronic obstructive pulmonary disease. Proc Am Thorac Soc 2004; 1: 176-183.

6.Lloyd CM, Robinson DS. Allergen-induced airway remodelling. Eur Respir J. 2007; 29: 1020-1032.

7.Fixman ED, Stewart A, Martin JG. Basic mechanisms of development of airway structural changes in asthma. Eur Respir J. 2007; 29: 379-389.

8.Bergeron C, Boulet LP. Structural changes in airway disease: characteristic, mechanisms, consequences, and pharmacologic modulation. CHEST 2006; 129: 1068-1087.

9.Tagaya E, Tamaoki J. Mechanisms of airway remodeling in asthma. Aller-gology International 2007; 56: 331-340.

10. Fahy JV. Goblet Cell and Mucin Gene Abnormalities in asthma. CHEST 2002; 122:320S–326S.

Airway Remodeling pada Asma


Rahadi Widodo*, Susanthy Djajalaksana**

Airway remodeling pada asma pertama kali dideskripsikan tahun 1922 oleh Hubert dan Koessler pada kasus-kasus fatal asma.1 Remodeling pada penyakit-penyakit paru, terutama jalan nafas, telah menjadi subyek yang menarik perhatian sejak beberapa dasawarsa lalu. Pada awal tahun 1960-an, telah ada laporan bahwa pasien-pasien yang sudah lama menderita asma menunjukkan gejala obstruksi saluran nafas yang persisten dan ireversibel. Ini mengejutkan karena hampir bertolak-belakang dengan definisi fundamental asma sebagai penyakit yang ditandai dengan obstruksi saluran nafas yang bersifat reversibel. Kemudian diketahui bahwa “penyimpangan” dari reversibel ke ireversibel tersebut adalah akibat modifikasi struktur saluran nafas, yang disebut dengan remodeling.2 
Setiap klinisi sebaiknya mempertimbangkan airway remodeling pada semua pasien dengan asma dan rhinitis. Terjadinya obstruksi saluran nafas yang menetap bisa jadi merupakan manifestasi lanjut dan ireversibel dari airway remodeling. Oleh karena itu, walaupun belum tersedia alat pemeriksaan yang baik dan mudah dilakukan untuk memastikan adanya remodeling, klinisi sebaiknya memberikan obat-obat pengontrol untuk mencegah perkembangan atau perburukan airway remodeling.1

DEFINISI 
Asma adalah “gangguan inflamasi kronis pada saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronis tersebut berkaitan dengan hiperesponsif saluran nafas yang menyebabkan gejala episode berulang berupa mengi, sesak nafas, rasa berat di dada, dan batuk, terutama malam atau pagi hari. Episode berulang tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi, dan seringkali reversibel dengan/tanpa pengobatan”. 3
Remodeling adalah “perubahan ukuran, massa, atau jumlah komponen struktural jaringan yang terjadi dalam pertumbuhan atau sebagai respon terhadap jejas dan/atau inflamasi.” 3,4 Perubahan tersebut bisa baik, seperti yang terjadi dalam masa pertumbuhan paru normal atau sebagai respon terhadap jejas akut, dan bisa juga tidak baik, bila menjadi kronis dan menyebabkan perubahan fungsi atau  struktur  jaringan  yang  abnormal.5 
Airway remodeling adalah suatu istilah kolektif yang bisa didefinisikan sebagai perubahan menetap dari struktur saluran nafas normal yang mencakup perubahan dalam komposisi, organisasi, dan fungsi dari sel-sel struktural. Perubahan struktural tersebut meliputi fibrosis subepitelial, peningkatan massa otot polos, hiperplasia kelenjar mukosa, serta peningkatan vaskularisasi bronkial. Dengan demikian maka airway remodeling menimbulkan penebalan dinding saluran nafas pada penderita asma. 6
MEKANISME AIRWAY REMODELING
 Peranan Inflamasi
Hubungan yang tepat antara berbagai pencetus asma dengan remodeling belum jelas, meskipun paparan alergen terhadap orang-orang yang telah tersensitisasi merupakan stimulus paling kuat yang terlibat pada remodeling. Data dari asma eksperimental pada beberapa spesies menunjukkan bahwa paparan alergen yang diikuti respon inflamasi bisa mencetuskan terjadinya airway remodeling.7
Inflamasi alergik merupakan suatu proses komplek yang melibatkan aktivasi sel-sel T, terutama melalui presentasi antigen oleh sel-sel dendrit. Pada aktivasi tersebut, sel-sel T pada penderita asma memproduksi sitokin T-helper cell type 2 (Th2) yang mengatur pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi yang lain, termasuk eosinofil dan sel mast. Penguatan respon inflamasi bisa juga terjadi melalui jalur yang tidak spesifik antigen, seperti neurokinin, eikosanoid, atau mediator-mediator lain. Selain itu, sel-sel struktural saluran nafas juga memainkan peran aktif pada induksi dan pemeliharaan respon inflamasi. Peranan sel-sel inflamasi yang lain, termasuk makrofag dan netrofil, pada airway remodeling juga belum bisa dikesampingkan. 7 
   
Gambar 1 : Mediator-mediator dan akibat dari inflamasi yang diperantarai oleh Th2 dan airway remodeling pada asma. Dikutip dari :  (7)
Proses fibrosis saluran nafas terkait dengan berbagai sitokin yang diproduksi oleh sel-sel inflamasi dan sel-sel struktural jalan nafas. Diantaranya, TGF-β merupakan sitokin paling poten dan paling banyak diteliti, yang terutama diproduksi oleh eosinofil. TGF-β meningkatkan produksi fibroblas dari protein-protein matriks ekstraseluler seperti kolagen I, kolagen III, dan fibronectin, serta menurunkan kadar  kolagenase pada model in vitro. Matrix metalloproteinases (MMPs) adalah sekelompok protease yang terlibat dalam degradasi kolagen. Diantaranya, MMP-9 terkait intensif dengan asma. Ketidakseimbangan antara MMP-9 dan tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP-1) mendorong ke arah rasio profibrotik dari MMP-9/TIMP-1. 8     
Peranan pencetus lain terhadap airway remodeling, seperti infeksi bakteri atau virus, masih belum banyak diteliti. Data-data terakhir dari pasien asma berat, onset-lambat, dan non-atopik menunjukkan bahwa infeksi Chlamydia pneumoniae mungkin berperan pada terjadinya obstruksi saluran nafas yang menetap. Selain itu, efek dari infeksi Mycoplasma terhadap deposisi kolagen, baik tersendiri maupun kombinasi dengan paparan alergen, juga telah diteliti pada hewan coba. 7
Mekanisme Non-Inflamasi
Meskipun umumnya dipercaya bahwa airway remodeling terjadi akibat inflamasi kronis yang diinduksi oleh paparan alergen yang berulang, teori-teori yang baru muncul saat ini meragukan konsep tersebut. Pendapat yang menyatakan bahwa reaktivasi EMTU (epithelial mesenchymal trophic unit) merupakan kunci utama dari induksi airway remodeling telah mengarah pada kesimpulan bahwa inflamasi dan remodeling bukannya kejadian  berurutan, melainkan  paralel. (Gambar 2). 6

Gambar 2 : Ringkasan dari konsep mutakhir tentang patogenesis airway remodeling pada allergen-induced asthma. Dikutip dari (6).
Komunikasi antara epitel dan lapisan fibroblas di bawahnya mengingatkan pada proses yang mengendalikan percabangan morfogenesis pada fetus, dimana epitel dan mesenkim berfungsi sebagai suatu trophic unit. HOLGATE et al. mengajukan pendapat bahwa EMTU yang tereaktivasi dalam perjalanan asma kronik memicu terjadinya remodeling patologis. Teori ini bisa menjelaskan temuan yang berlawanan mengenai sel-sel inflamasi sehubungan dengan marker-marker remodeling, yang beberapa mungkin konsekuen dengan inflamasi sedangkan yang lain tidak. Selain itu, hipotesis ini mungkin bisa menjawab beberapa dari kontroversi mengenai inflamasi pada asma, misalnya mengapa penggunaan jangka panjang kortikosteroid hanya sedikit atau tidak berpengaruh pada perjalanan penyakit asma, bahkan bilapun pengobatan sudah dimulai sejak awal masa kanak-kanak.6
Selain itu, rangsangan mekanis juga bisa mendorong ke arah airway remodeling. Bronkokonstriksi menyebabkan terjadinya lipatan pada dinding jalan nafas, sehingga menyebabkan stres pada lapisan epitel. Stres tersebut merangsang sel epitel untuk memproduksi faktor-faktor yang akan mempengaruhi fibroblas dan sel otot-polos ke arah profil profibrotik. Fibroblas yang teregang pada bronkus penderita asma meningkatkan pengeluaran decorin dan versican, sedangkan sel-sel pada subyek bukan-asma hanya meregulasi versican. 8
Di samping aspek-aspek fisiologis dan patologis asma, proses remodeling juga bisa dipengaruhi oleh determinan genetik. Gejala-gejala fenotip asma akan berkembang pada individu yang peka secara genetik dan terpapar oleh pemicu dari lingkungan. Skrining genome telah mendorong ke arah identifikasi gen atau cluster gen yang relevan dengan asma dan atopi. Diantaranya, a disintegrin and metalloproteinase ( ADAM-33) telah menjadi fokus perhatian pada beberapa tahun terakhir.


* Mahasiswa PPDS I Ilmu Penyakit Paru dan Kedokteran Respirasi FK Universitas Brawijaya
**  Staf Pengajar Lab Ilmu Penyakit Paru dan Kedokteran Respirasi FK Universitas Brawijaya
 
DAFTAR PUSTAKA 

1.Bergeron C, Al-Ramli W, Hamid Q. Remodeling in asthma. Proc Am Thorac Soc. 2009; 6: 301-305.
2.Lazaar A. Bronchial vascular remodeling in asthma and COPD. Lung Biology in Health and Disease. 2006; vol. 216: 1-264.
3.James AL, Wenzel S. Clinical relevance of airway remodelling in airway disease. Eur Respir J. 2007; 30: 134-155.
4.Larsson, K. Monitoring airway remodeling in asthma, The Clinical Respira-tory Journal. 2010; 4 (Suppl. 1): 35-40.
5.Jeffery PK. Remodeling and inflammation of bronchi in asthma and chronic obstructive pulmonary disease. Proc Am Thorac Soc 2004; 1: 176-183.
6.Lloyd CM, Robinson DS. Allergen-induced airway remodelling. Eur Respir J. 2007; 29: 1020-1032.
7.Fixman ED, Stewart A, Martin JG. Basic mechanisms of development of airway structural changes in asthma. Eur Respir J. 2007; 29: 379-389.
8.Bergeron C, Boulet LP. Structural changes in airway disease: characteristic, mechanisms, consequences, and pharmacologic modulation. CHEST 2006; 129: 1068-1087.